Jumat, 23 Mei 2008

PAUD Islami

Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini

Setiyo Utoyo

Anak merupakan idaman setiap orang. Ia tidak hanya didamba oleh orang yang sudah berkeluarga, namun tak jarang juga oleh mereka yang masih melajang. Kehadiran anak merupakan penyemarak kehidupan sebuah keluarga. Tanpa mereka, hari-hari sebuah keluarga laksana sayur tanpa garam. Terasa hambar dan tidak lengkap.
Begitu berartinya anak bagi sebuah keluarga hingga terkadang orang-orang yang belum dikaruniai anak mau menempuh segala cara untuk mendapatkan harapannya itu. Mereka lupa bahwa anak adalah pemberian dari Allah, yang mestinya hanya kepada-Nya mereka meminta.
Bagi orang-orang yang beriman, mereka menyadari bahwa anak merupakan nikmat dari Allah sekaligus sebagai ujian. Dalam ruku’ dan sujud serta dalam segala munajat, mereka meminta agar dikaruniai keturunan yang baik, yaitu anak-anak yang shalih dan berbakti kepada orang tuanya.
Kehadiran anak akan menjadi penyejuk mata orang tua, menjadi penggembira ketika susah, menjadi penghangat ketika kedinginan, serta menjadi penghibur qalbu ketika gundah gulana. Kalimat “Anakku sayang,” akan senantiasa terucap meski sang ibu atau bapak sedang mengalami sakit yang parah. “Biar bapakmu susah asal kamu tetap senang,” demikian ucapan seorang bapak yang sangat sayang pada anaknya.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَاماً
“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqan: 74)
Namun aduhai, tidak sedikit para bapak dan ibu memberikan cinta dan kasih sayang secara berlebihan hingga mencampakkan anaknya ke jurang kerugian hidup dunia dan akhirat. Semua keinginan anak berusaha untuk dipenuhi apapun bentuknya: televisi, gitar, dan alat-alat musik lainnya, gambar-gambar, dan segala bentuk permainan berusaha didapatkan, baik dengan cara menipu, menjilat, korupsi, mencuri, merampok dsb. Sungguh malang nasib kedua orang tua di dunia dan akhirat, dan betapa malang pula nasib anak yang tidak diikat dengan batasan syariat.
Di sisi lain terkadang ada seorang anak yang keadaannya bagai burung dalam sangkar. Keinginan anak untuk menjadi orang shalih dan menjadi , justru mendapatkan ancaman
Iseorang hamba yang mulia di sisi Allah yang pahit dan lecutan cemeti caci maki serta olok-olok dari orang tuanya.
Semburan ludah, tamparan ke wajah sang anak, pemboikotan harus mengiringi kehidupan dan derap langkah serta kemerdekaannya. Apa yang diinginkan orang tuanya dari buah hatinya itu? Ternyata mereka menginginkan anaknya menyandang gelar keduniaan dengan menutup keinginannya mendapatkan gelar akhirat.
Orang tua itu berharap dengan gelar keduniaan yang diraih akan mendatangkan sesuap nasi dan bisa mengantarkan kepada kehidupan mewah. Walaupun untuk mendapatkan gelar itu harus berkecimpung dalam api neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wahai ibu dan bapak, akankah engkau menggiring dan memandu anakmu di atas duri-duri dan kaca-kaca tajam untuk meraih keinginanmu dan bukan keinginan anakmu?
Demikianlah gambaran kehidupan anak yang harus menghadapi orang tua yang memiliki keinginan berbeda-beda dan begitu juga orang tua yang menghadapi anak-anak memiliki cita-cita yang berbeda. Wahai ibu, bapak, dan anak, dengarkanlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila anak Adam meninggal dunia terputuslah amalnya kecuali tiga perkara shadaqah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak yang shalih yang akan mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim no. 1631 dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dan dengarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيْمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتُهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍكُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka, tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Ath-Thur: 21)

Peranan Orang Tua
Orang tua memiliki peranan besar dalam mengubah fitrah seorang anak. Dia bisa menjadi sebab bagi anak menjadi orang yang celaka di dunia dan akhirat, dan bisa pula menjadi sebab bagi anak menjadi orang yang selamat di dunia dan akhirat. Tentu semua itu tidak terlepas dari taqdir Allah Subhanahu wa Ta’ala.
a. Orang tua menyeru buah hatinya menuju kekufuran
Di antara orang tua ada yang dengan sengaja menyeru anaknya menuju kekufuran kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menuju kesesatan dengan tidak sedikit disertakan ancaman-ancaman, pembunuhan, pengucilan, pengusiran, penyiksaan dan sebagainya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggambarkan hal yang demikian di dalam sabdanya:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah (kesucian) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1279, Muslim no. 2658, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Abu ‘Amr ‘Utsman bin Sa’id Ad-Dani Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan: “Makna ‘keduanya menjadikan Yahudi atau Nasrani’ adalah keduanya menghukumi anak itu sebagaimana hukum terhadap diri keduanya (dengan Yahudi, Nasrani, Majusi -pen). Dan ada yang mengatakan (bahwa maknanya) keduanya menyeru anaknya menuju agama yang dia berada di atasnya dari Yahudi atau Nasrani.” (Lihat Ar-Risalah Al-Wafiyah hal. 97)
Demikian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang orang tua yang memiliki pengaruh demikian besar dalam mengubah kesucian fitrah seorang anak.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan di dalam Al Qur’an percakapan antara Ibrahim ‘alaihissalam dengan bapaknya:
إِذْ قَالَ لأَبِيْهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لاَ يَسْمَعُ وَلاَ يُبْصِرُ وَلاَ يُغْنِيْ عَنْكَ شَيْئاً. يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطاً سَوِيًّا. يَا أَبَتِ لاَ تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا. يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُوْنُ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا. قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ أَلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيْمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا
“Ingatlah ketika Ia- (Ibrahim) berkata kepada bapaknya: ‘Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak bisa mendengar, tidak melihat dan tidak bisa menolongmu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.’ Berkata bapaknya: ‘Bencikah kamu kepada Tuhan-Tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama’.” (Maryam: 42-46)
b. Sebagian orang tua menyeru menuju kebahagiaan hidup di atas iman
Inilah tentu yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah menceritakan di dalam Al Qur’an tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam:
وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوْحٍ ابْنَهُ وَكَانَ فِيْ مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ الْكَافِرِيْنَ
“Dan Nuh berkata: ‘Naiklah kamu sekalian ke dalamnya (perahu) dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’. Dan bahtera itu berlayar dan membawa mereka dalam gelombang laksana gunung dan Nuh memanggil anaknya, sesungguhnya anaknya berada di tempat yang jauh terpencil, ‘Hai anakku naiklah ke (kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir’.” (Hud: 41-42)
Kedua jenis seruan di atas terkait dengan keputusan dan ketentuan Allah terhadap diri sang anak. Artinya, bahwa kedua orang tua bagaimanapun dia mengusahakan agar anaknya kafir, tetap dia tidak sanggup bila tidak ada ijin dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Begitu juga sebaliknya, setinggi apapun usaha keduanya agar anaknya menjadi orang yang shalih, maka keduanya tidak akan sanggup.
Ibila tidak ada ijin dari Allah

Anak yang Baik
Birrul Walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) dan tidak durhaka adalah wajib, bahkan Allah gandengkan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan perintah menyembah-Nya semata. Hal ini menunjukkan besarnya kedudukan Birrul walidain.
a. Bentuk-bentuk Birrul Walidain
1. Menaati perintah keduanya serta menjauhi larangannya selama tidak dalam rangka bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab tidak ada kewajiban taat kepada siapapun dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلىَ أَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk kamu menyekutukan Aku dan kamu tidak memiliki ilmu tentangnya maka janganlah kamu menaati keduanya dan pergaulilah mereka di dunia dengan cara yang baik.” (Luqman: 15)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ إِنَّمَا الطَّاعَةَ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam kebaikan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu)
2. Memuliakan keduanya dan merendah di hadapannya, berucap dengan ucapan yang baik serta tidak membentaknya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهِمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً مَعْرُوْفًا
“Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya telah lanjut usia dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik, dan rendahkan dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.” (Al-Isra: 23-24)
3. Tidak melakukan safar (perjalanan) jauh melainkan dengan seijin keduanya begitu juga jihad yang hukumnya fardhu kifayah.
Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma berkata:
أَقْبَلَ رَجُلٌ إِلىَ نَبِيِّ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أُبَايِعُكَ عَلىَ الْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ أَبْتَغِي اْلأَجْرَ مِنَ اللهِ تَعَالَى. فَقَالَ: فَهَلْ لَكَ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَيٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ، بَلْ كِلاَهُمَا. قَالَ: فَتَبْتَغِي اْلأَجْرَ مِنَ اللهِ تَعَالَى؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا
“Seseorang menghadap Nabi Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu berkata: ‘Aku memba’iatmu di atas hijrah dan jihad untuk mencari pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala’ Rasulullah berkata: ‘Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab: ‘Ya, bahkan keduanya.’ Dan beliau bersabda: ‘Kamu ingin mencari pahala dari Allah?’ Dia menjawab: ‘Ya.’ Rasulullah bersabda: ‘Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan berbuat baiklah kepada keduanya’.” (HR. Al-Bukhari, 6/97, 98, dan Muslim no. 2549)
4. Tidak boleh mendahulukan istri dan anaknya atas hak kedua orang tua, berdasarkan hadits tentang tiga orang yang masuk ke dalam gua lalu gua tersebut tertutup dengan batu sehingga tidak bisa keluar darinya. Lalu ketiga orang tersebut berdoa kepada Allah dengan cara bertawassul dengan amal-amal mereka yang shalih. Salah satu di antara mereka bertawassul dengan amal mengutamakan hak kedua orang tuanya dari hak anak-anak dan istrinya. (HR. Al-Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743 dari shahabat Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma)
5. Bersyukur terhadap segala bentuk pengorbanannya dengan melaksanakan segala wujud kebaikan seperti memberi keduanya makan dan pakaian jika membutuhkan, mengobati bila keduanya sakit, menghilangkan segala macam gangguan dan berkhidmat terhadap segala sesuatu yang dibutuhkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَوَصَّيْنَا اْلإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلىَ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِيْ عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَ
“Dan Kami telah memerintahkan kepada manusia untuk (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, karena ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah di atas kelemahan dan menyapihnya selama dua tahun maka bersyukurlah kamu kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” (Luqman: 14)
6. Menyambung silaturahmi yang berasal dari keduanya dan mendoakan keduanya dengan segala ampunan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا
“Dan katakanlah: Ya Allah rahmatilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku semasa kecilku.” (Al-Isra: 24)
b. Bentuk-bentuk kedurhakaan kepada keduanya
Hal ini merupakan lawan dari hal yang disebutkan sebelumnya. Mencaci maki keduanya, membentak dan menghardik, memukul, memperbudak, mengkhianati, mendustakannya, menipu, tidak taat kepada perintah keduanya dan sebagainya merupakan beberapa bentuk kedurhakaan kepada kedua orang tua. Jadikanlah kedua orang tuamu sebagai ladangmu untuk mempersiapkan diri dan tempat bercocok tanam untuk akhiratmu! Jadikanlah keduanya sebagai jembatan pengantar dirimu menuju surga Allah! Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُهُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ. قِيْلَ: مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ
“Nista dan hinanya, nista dan hinanya, nista dan hinanya.” Lalu ditanyakan: “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Yaitu yang menjumpai kedua orang tua lalu tidak menyebabkan dia masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim no. 2551 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Wallahu a’lam.

Selasa, 11 Maret 2008

poto

Minggu, 09 Maret 2008


Kamis, 06 Maret 2008

ontologi paud

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Oleh : Setiyo Utoyo

I. HAKIKAT PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak 0 – 8 tahun secara menyeluruh mencakup semua aspek perkembangan anak diantaranya aspek fisik, kognitif, sosial emosional, bahasa, agama, moral, kemandirian dan seni. Adapun pembinaan dilakukan melalui stimulasi dan rangsangan yang tepat dan benar, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.

PAUD bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi seluruh aspek perkembangannya sesuai dengan tingkat kematangan usianya. Nantinya anak diharapkan memiliki kesiapan yang optimal dalam memasuki pendidikan dasar dan mengarungi kehidupan di masa dewasa.

Adanya PAUD diharapkan mampu memberikan rangsangan dan kesempatan besar dalam mengembangkan potensi anak dalam suasana kasih sayang, aman, terpenuhi kebutuhan dasarnya dan stimulasi yang benar.

PAUD dirasa penting keberadaannya karena :

- Anak merupakan penentu masa depan bangsa, perlakuan yang tepat akan menghasilkan SDM yang handal dan tangguh bagi bangsa di masa mendatang. PAUD memberikan perlakuan tepat bagi pengembangan potensi anak.

- Usia 0 – 8 tahun merupakan usia rentan anak, sehingga perlakuan yang diterima anak di rentang usia tersebut akan berpengaruh pada pertumbuhan, perkembangan dan sikap perilaku anak di sepanjang hayatnya. PAUD memperlakukan anak sesuai potensi dan tahap kematangan sehingga mengurangi perlakuan yang salah terhadap anak usia dini.

- Usia dini merupakan usia berkembangnya jalinan sel-sel syaraf otak anak. Jika tidak distimulus terus menerus jalinan sel syaraf otak tersebut akan mengalami pengikisan yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan anak tersebut di masa dewasanya. Karena diperlukan PAUD yang mampu memberikan stimulus otak yang tepat agar tercipta generasi Indonesia yang cerdas di segala aspek.

Dari berbagai penjabaran tersebut, hakikat PAUD dapat di deskripsikan sebagai berikut :

1. Penddikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak.

2. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan penddikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

3. Perlakuan yang diberikan PAUD disesuaikan dengan karakteritik dan tahap-tahap perkembangan anak usia dini.

II. LANDASAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Landasan Yuridis

1. UUD 45 pasal 28b ayat 2 yang menyatakan bahwa negara menjamin kelangsungan hidup, pengembanan dan perlindungan anak terhadap eksploitasi kekerasan.

2. Keppres No.36 tahun 1990 sebagai ratifikasi Konvensi Hak Anak yang mengandung kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak dasar anak (CRC-20 Nopember 1989), pencegahan deskriminasi dan adanya persamaan hak bagi anak dan wanita (CEDAW-18 Desember 1979), menanamkan nilai-nilai yang bersifat universal bagi anak (United Nations Millenium Declaration-8 Desember 2000), memberikan kesempatan yang lebih luas bagi anak untuk berpartisipasi dalam pengambilan dan pemenuhan hak-hak dasar anak (The World Fit for Children-8 Mei 2002).

3. PP No. 27/1990 tentang Pendidikan Prasekolah

4. PP No. 39/1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional

5. Deklarasi Dakkar 2002 (World For Children 2002) dunia yang layak bagi anak.

6. UU No. 23 tahun 2002 Pasal 9 ayat 1 tentang perlindungan Anak.

7. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 14 dan Pasal 28 tentang PAUD.

B. Landasan Empiris

Sensus penduduk tahun 2003 mendapatkan data jumlah AUD sebanyak 26,17 juta jiwa. Dari jumlah tersebut baru 7,16 juta anak yang terlayani PAUD (27,36%), dan sekitar 19,01 (27,64%) anak usia dini yang belum mampu tertampung guna mendapat layanan PAUD. Jumlah-jumlah tersebut terperinci sebagai berikut :

1. Usia 0-3 tahun 13,50 juta anak yang terlayani lembaga PAUD (BKB) sebanyak 2,53 juta (18,74%).

2. Usia 4-6 tahun 12,67 juta anak yang terlayani lembaga PAUD (TK, RA, KB dan TPA) sebanyak 4,63 juta (36,54%)

Rendahnya jumlah anak yang terlayani PAUD berdampak pada rendahnya kualitas SDM Indonesia. Laporan UNDP tentang Human Development Index (HDI) pada tahun 2002, Indonesia menempati peringkat 110 dari 173 negara, tahun 2004 di urutan 111.

Rendahnya kualitas SDM tersebut juga berpengaruh pada redahnya kualitas pendidikan Indonesia di segala bidang, salah satunya bidang membaca. Penelitian International Educational Achievement (IEA) memepatkan kemampuan baca siswa SD di Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara. The third International Mathematics and Science Study Repeat tahun 1999 menunjukkan kemampuan siswa di bidang IPA berada di urutan 32 dari 39 negara.

Rendahnya kualitas pendidikan juga dipengaruhi oleh input siswa dengan latar belakang keluarga, TK dan pemberian gizi anak. TK yang ada di seluruh Indonesia menurut piramida Depdiknas tahun 1999/2000 baru ada 255 buah (0,54%), 41.092 didirikan swasta (99,46%). Sedangkan jumlah posyandu yang melayani masalah kesehatan dan gizi anak Indonesia dari data Dit Gizi Masyarakat Depkes baru ada 245.758 posyandu yang melayani 10.785.255 anak usia dini.

Jelas terlihat bahwa kondisi anak usia dini di Indonesia sangat memprihatinkan dari segi pelayanan kesehatan, gizi, sekolah, maupun perawatan. Karenanya keberadaan PAUD yang dikelola dan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat akan sangat menolong penangan AUD tersebut.

C. Landasan Filosofis dan Religi

Berdasarkan aspek pedagogis, masa usia dini merupakan masa awal dari peletak dasar atau pondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Artinya masa kanak-kanak yang bahagia merupakan dasar bagi keberhasilan dimasa datang dan sebaliknya. Untuk itu, agar pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal, maka dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada saat memberikan stimulasi dan upaya-upaya pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak yang berbeda satu dengan lainnya.

Berdasarkan landasan filosofis dan religi, secara ontologis anak sebagai mahluk individu yang memiliki aspek biologis, psikologis, sosiologis dan antropologis. Sedangkan secara epistemologis, pembelajaran pada anak usia dini haruslah menggunakan konsep belajar sambil bermain (learning by playing), belajar dengan berbuat (learning by doing), belajar melalui stimulasi (learning by stimulating).selanjutnya secara aksiologis, isi kurikulum haruslah benar-benar dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka optimalisasi seluruh potensi anak (etis) dan berhubungan dengan nilai seni, keindahan dan keselarasan yang mengarah pada kebahagiaan dalam kehidupan anak sesuai dengan akar budaya dimana mereka berada (hidup/estetika) serta nilai-nilai agama yang dianutnya.

D. Landasan Keilmuan

Landasan keilmuan yang melatarbelakangi penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bersifat isomorfis artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu, antara lain psikologi, fisiologi, ilmu pendidikan anak (paedagogi), sosiologi, antropologi, humaniora, manajemen, kesehatan dan gizi serta neurosains (ilmu tentang perkembangan otak manusia).

III. JALUR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PAUD sering diidentikkan sebagai pendidikan prasekolah atau mengangap bahwa TK/RA bukan PAUD. PAUD dilaksanakan dalam wadah prasekolah maupun sekolah, yaitu di kelas awal SD dengan pembelajaran tematik seperti di TK/RA. PAUD juga bukan prasyarat untuk memasuki SD, tetapi bersifat umum untuk anak usia 0 – 8 tahun, jadi orok hingga anak berada di SD kelas awal. Adapun PAUD saat ini dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu :

A. Jalur Formal

Jalur pendidikan formal ini dlaksanakan dalam bentuk :

1. Taman Kanak-kanak (TK), ditujukan bai anak usia 4 – 6 tahun sebelum memasuki pendidikan dasar (PP No.27/1990) yang pembinaannya dilakukan oelh Depdiknas dan lembaga terkait, seperti GOPTKI dan IGTKI.

2. Raudhatul Athfal (RA), yang memiliki kesamaan dengan TK, namun lebih bernuansa pada keagamaan dan pembinaannya dilakukan oleh Depag serta jajarannya.

B. Jalur Non Formal

Jalur non formal dapat berbentuk antara lain:

1. Kelompok Bermain (KB), yang memberikan layanan bagi anak usia 3–6 tahun. Hanya sebagian kecil dari KB yang diselenggarakan oleh pemerintah. KB dibina oleh Depsos pada aspek kesejahteraan dan Depdiknas untuk aspek pendidikan.

2. Taman Penitipan Anak (TPA), merupakan wahana kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti keluarga sementara bagi anak usia 3 bulan – 6 tahun. TPA umumnya diselenggarakan oleh yayasan atau LSm dan sebagian kecil oleh pemerintah. Aspek kesejahteraan TPA dibina oleh Depsos dan Depdiknas bertanggung jawab terhadap aspek edukatif.

C. Jalur Informal

Jalur informal merupakan program PAUD yang berkolaborasi dengan masyarakat seperti tim PKK. Adapun jalur ini biasa berbentuk Satuan PAUD Sejenis (SPS) yang dilaksanakan melalui :

1. Pos Pelayan Terpadu (Posyandu), merupakan tempat pelayanan kesehatan dan gizi bagi anak dan ibu. Saat ini Posyandu sedang diujicobakan mengintegrasikan program pendidikan ke dalamnya, sehingga ke depannya Posyandu akan berfungsi sebagai pos pelayanan terpadu bagi anak usia dini mencakup pelayanan kesehatan, gizi, dan pendidikan. Posyandu dilaksanakan oleh Tim Penggerak PKK dan dibina oleh Depdagri sebagai leading sector, serta Depkes sebagai penaggung jawab teknis.

2. Bina Keluarga Balita (BKB), memberikan keterampilan kepada orang tua dalam mendidik, mengasuh, dan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. BKB dibina oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan sebagai perumus kebijakan dan BKKBN, secara operasional dilakukan oleh petugas lapangan keluarga berencana.

IV. PENDEKATAN PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Belajar Sambil Bermain

Dunia anak adalah dunia bermain, karenanya pembelajaran yang dilaksanakan sebaiknya dilakukan dengan berbagai permainan. Bermain akan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi anak, sehingga akan mudah menyerap segala informasi yang diberikan dalam kegiatan bermain tersebut. Berbagai konsep dan pembiasaan hidup akan mudah diajarkan saat anak senang dalam bermain.

Bermain juga sebagai penyaluran energi bagi anak, sehingga akan mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan ke arah yang diharapkan.

B. Kebermaknaan

Kegiatan yang diciptakan di PAUD haruslah sesuai dengan usia dan kematangan anak, sehingga yang diterima anak akan mempunyai makna. Kegiatan yang dilakukan harus dekat dengan dunia anak dan dapat dlakukan langsung, bukan menjejalinya dengan berbagai hafalan dan keabstrakan lainnya. Anak akan memahami suatu konsep, jika melakukan dan mengalami langsung suatu kejadian yang ingin ditanamkan. Ketika akan menyusun kegiatan, orang tua harus mengetahui tahap perkembangan yang sedang terjadi pada anak agar sesuai dengan tingkat perkembangannya (Develompmentally Appropriate Practice/DAP).

C. Berpusat Pada Anak

DAP memandang anak sebagai individu yang unik yang memiliki bakat dan kemampuan berbeda satu sama lainnya. Jadi kegiatan yang disusun haruslah berorientasi pada anak bukan pada harapan guru. Kegiatan harus disusun berdasarkan minat dan perkembangan anak.

D. Lingkungan Yang Kondusif

Lingkungan harus dciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.

E. Menggunakan Berbagai Media dan Sumber Belajar

Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan

F. Tidak Sekedar Mempersiapkan Anak Mengikuti Pendidikan Selanjutnya

PAUD tidak hanya mempersiapkan anak untuk mengikuti pendidikan dasar sehingga anak ditekan untuk menguasai berbagai keterampilan yang dibutuhkan di sekolah dasar. PAUD harus mampu meletakkan dasar-dasar perkembangan selanjutnya. Artinya PAUD harus mampu menanamkan pembiasaan dan keterampilan yang dibutuhkan anak untuk bertahan hidup, menolong dirinya sendiri.

V. Penutup

Pemahaman tentang ontologi (konsep dasar) Pendidikan Anak Usia Dini perlu dimiliki oleh semua pendidik anak usia dini, karena hanya melalui konsep inilah mereka dapat menghadapi anak sebagaimana seharusnya, bukan mendidik anak hanya dengan pengetahuan yang didapat secara alamiah dan turun temurun. Mengingat anak adalah sosok yang hidup dimasa kini yang tentu saja berbeda dengan masa lalu dimana orang tuanya hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Bredekamp, Sue dan Cople Carol (1997), Developmentally Approriate Practice in Early Childhood Program, USA: NAEYC

Cattron, carrol dan Allen, Jo (1983) Early Childhood Curriculum 2nd Ed, New Jersey : Merril Prentice Hall

Bennet, William J, etc (1989), The Educated Child : A Parent Guide from Pre-Scholl througt Eight Grade, New York : The Free Press

Santoso, Soegeng, (2002) Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Citra Pendidikan

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Depdiknas, Ditj PLSP, Direktorat PADU, (2004), Modul Sosialisasi PADU, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini , Jakarta, Direktorat PADU